Monday 18 November 2013

Hakikat Pendidikan: Sebuah Pengantar Memahami Ilmu Pendidikan

This article is taken from my paper presented in my classroom discussion when I was teaching the course Ilmu Pendidikan at Department Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Arrasyid Pondok Pesantren Al-Furqon Driyorejo Gresik East Java Indonesia.

ABSTRACT
Education should be provided as earlier as possible for children initiated when in the pregnant called prenatal education, in school age, and in adult age as well continually. As educated people such as parents, teachers, students, and student teachers, it is very much necessary to have a basic understanding of pedagogy.
This article discusses the nature of education as the first step to comprehending the pedagogy. It is theoretically expected that they will get the picture of nature of education, and practically hoped that their pedagogy will be applied in the education field, to educate their children–their own children and students. Hence, of the important things that should be engaged, the first phase is to really get to know education as formal and material objects of pedagogy. Understanding it comprehensively earlier, the educators will have knowledge of pedagogy that will be implemented in the real world of education. 

Keywords: Nature of Education, Pedagogy, Education

A. PENDAHULUAN
            Pendidikan merupakan salah satu ranah yang terpenting dalam kehidupan manusia. John Locke, penggagas teori Tabularasa/teori Empirisme, mengatakan bahwa seorang manusia lahir ke dunia pada hakikatnya masih seperti kertas putih yang belum ternoda sama sekali. Dalam keadaan seperti inilah kertas putih ini siap untuk dicoret-coret dengan pena. Artinya bahwa anak yang baru terlahir ke alam dunia yang fana’ ini siap untuk diajari oleh sang ibunda tercinta, sang ayahanda, keluarga, tetangga, dan lingkungan sekitarnya. Dengan pena yang ditorehkan oleh orang tua dan lingkungan sekitarnya itulah anak kecil akan mulai merasakan pendidikan step by step sehingga anak tersebut akan berkembang menjadi seorang manusia dewasa, yang kelak akan bisa menjadi manusia dambaan orang tua, bangsa, dan agamanya. Di sinilah pendidikan sangat berperan penting bagi pembentukan karakter pribadi seseorang sehingga mereka mempunyai kepribadian yang luhur (berakhlak mulia). Dengan akhlak yang dimilikinya itu mereka selanjutnya akan bisa bermasyarakat yang kemudian akan terbentuk juga sosial karakternya.
            Sebenarnya dalam konsep pendidikan anak sejak dini telah dikenal sebuah pendidikan yang dinamakan dengan pendidikan pranatal, yakni pendidikan yang terjadi ketika anak masih dalam kandungan seorang ibu. Dalam masa-masa ini amat sangat penting bagi kedua orang tuanya (terutama sang ibu) untuk selalu menanamkan kepribadian yang luhur kepada sang jabang bayi. Hal ini sangat urgen dan berguna karena anak yang masih dalam kandungan selain membutuhkan asupan gizi yang cukup juga membutuhkan asupan kasih sayang dari orang tuanya. Sehingga dengan demikian anak terlahir ke dunia akan bisa dengan mudah untuk menerima torehan pena dari orang tua, keluarga, dan lingkungan sekitarnya sebagaimana yang diungkap di atas.
            Sekali lagi bahwa pendidikan bukan hanya diperlukan ketika anak dalam usia tertentu saja melainkan pendidikan harus diberikan sedini mungkin, dimulai sejak dalam kandungan, ketika lahir ke dunia, memasuki usia anak sekolah, dan hingga saat menjadi manusia dewasa. Dengan demikian pendidikan harus diberikan dengan cara yang berkelanjutan (continually) atau istiqomah. Dalam masa-masa pendidikan anak tersebut, kita sebagai orang tua/calon orang tua, lebih-lebih kita yang berprofesi sebagai pendidik/calon pendidik diharapkan bisa memahami urgensi dari pendidikan yang kita tanamkan kepada mereka. Maka dari itu kita harus mengenal serta memahami secara teoritis dan praktis tentang ilmu pendidikan. Secara teoritis kita akan memahami apa hakikat ilmu pendidikan, dengan harapan secara praktis ilmu yang kita miliki ini akan bermanfaat bagi diri sendiri selanjutnya akan dapat dipraktikkan bagi pendidikan anak-anak kita di rumah dan anak didik kita di sekolah dalam masa-masa mendatang.
Pembahasan dalam artikel ini diangkat dari makalah yang disampaikan dalam perkuliahan saat penulis mengampu matakuliah Ilmu Pendidikan di Jurusan Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Arrasyid Pondok Pesantren Al-Furqan Driyorejo Gresik Jawa Timur. Rumusan masalahnya adalah bagaimana hakikat pendidikan di tengah-tengah kehidupan manusia. Dengan demikian artikel ini bermaksud untuk menguraikan benang kusut dari misteri hakikat pendidikan yang pembaca telah ataupun belum mengetahuinya sebelumnya. Dalam uraiannya tulisan ini difokuskan pada beberapa hal diantaranya: konsep dasar dan ruang lingkup pendidikan, pendidikan sebagai suatu sistem, elemen-elemen dalam sistem pendidikan, teori klasik dalam pendidikan, serta relevansi antara pendidikan dan ilmu pendidikan.

B. KONSEPSI DAN RUANG LINGKUP PENDIDIKAN
1. Pendidikan ditinjau dari Etimologis
            Konsep pendidikan ditinjau dari arti kata menurut Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris seperti diuraikan oleh Tim MKDK IKIP Surabaya (1994), yaitu:
a.       Dalam Bahasa Indonesia, dikutip dari kamus Bahasa Indonesia oleh W.J.S. Purwodarminto, “pendidikan” diartikan sebagai perbuatan (hal, cara) mendidik. Sedangkan arti kata “mendidik” yaitu memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.
b.      Dalam Bahasa Inggris, ada istilah “education” yang berasal dari Bahasa Romawi “educare” yang berarti pendidikan. Sedangkan mendidik diterjemahkan dari “educate” yang artinya to develop or train the mind of to teach to prepare for a special profession or vocation (mendidik disamakan dengan mengajar dan juga mempersiapkan untuk suatu jabatan/profesi tertentu).
2. Definisi Pendidikan
            Definisi pendidikan berikut ini dikemukan oleh tokoh-tokoh pendidikan yang terkenal dalam dunia pendidikan dan tokoh/ahli yang berorientasi pada salah satu atau mono displin ilmu tertentu yang dikutip dari Tim Dosen FIP IKIP Malang (1980) dan Tim MKDK IKIP Surabaya (1994).
a.       Menurut ahli/tokoh Pendidikan
M. J. Langeveld mengatakan bahwa mendidik adalah memberikan pertolongan secara sadar dan sengaja kepada seorang anak (yang belum dewasa) dalam pertumbuhannya menuju ke arah kedewasaan dalam arti dapat berdiri sendiri dan bertanggung jawab susila atas segala tindakan-tindakannya menurut pilihannya sendiri. Manusia pada hakikatnya adalah makhluk individu, social, dan susila. Sesuai hakikat kemanusiaan itu, maka tujuan pendidikan adalah membimbing anak ke arah kedewasaan (membentuk individu yang berkesadaran sosial dan susila atau membentuk pribadi sosial yang bermoral).
John Dewey memandang pendidikan sebagai suatu proses, yaitu bahwa pendidikan diartikan sebagai tuntunan terhadap proses pertumbuhan dan proses sosialisasi dari anak. Dalam proses pertumbuhan, anak akan mengembangkan diri ke tingkat yang makin lama makin sempurna. Sedangkan yang dimaksud dengan proses sosialisasi adalah proses untuk menyesuaikan diri ke dalam masyarakat yang penuh dengan banyak problem yang senantiasa berubah dan berkembang secara dinamis. Karena kedua proses tersebut selalu dialami manusia sepanjang  hidupnya, maka dengan kata lain bahwa pendidikan berlangsung selama hidup yang dimulai sejak manusia lahir sampai mati atau long life education.
Ki Hajar Dewantara, bapak pendidikan Indonesia, merumuskan bahwa pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Pendidikan berarti juga daya upaya untuk memajukan perkembangan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intelek) dan jasmani anak-anak, sehingga kita dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu kehidupan dan penghidupan anak-anak selaras dengan alamnya dan masyarakat. Jika dikaitkan dengan semboyan “ Tut Wuri Handayani, Ing Madyo Mangun Karso Ing Ngarso Sung Tulodo,” maka upaya memajukan anak berarti menyikapi subyek didik sebagai pribadi (persona) yang potensial untuk berdiri dan maju atas kekuatannya sendiri. Dengan demikian pendidikan adalah sebagai suatu upaya menyediakan situasi, kondisi dan fasilitas yang dapat memberikan pengalaman belajar yang relevan dengan masa depan anak-anak bangsa.
Rechey, dalam bukunya “Planning for Teaching: An Introduction to Education”, mendifinisikan pendidikan adalah suatu proses yang lebih luas daripada proses yang berlangsung di dalam sekolah saja. Pendidikan adalah suatu aktifitas sosial yang esensial yang memungkinkan masyarakat kompleks, modern, fungsi pendidikan ini mengalami proses spesialisasi dan melembaga dengan pendididkna formal, yang tetap berhubungan dengan proses pendidikan informal di luar sekolah. 
Lodge, dalam bukunya, “Philosophy of Education” mengatakan bahwa perkataan “pendidikan” dipakai dalam pengertian yang lebih luas dan lebih sempit. Dalam pengertian lebih luas, semua pengalaman dapat dikatakan sebagai pendidikan. Dengan demikian hidup adalah pendidikan dan pendidikan adalah hidup. Dalam pengertian yang lebih sempit, pendidikan dibatasi pada fungsi tertentu di dalam masyarakat yang terdiri atas penyerahan adat-istiadat (tradisi) dengan latar belakang sosialnya, pandangan hidup masyarakat itu kepada generasi berikutnya. Maka dari itu pendidikan berarti (praktiknya) identik dengan “sekolah” yaitu pengajaran formal yang aturannya dikondisikan sedemikian rupa.
Sementara itu, Brubacher mendefinisikan pendidikan dalam bukunya “Modern Philosophies of Education” bahwa, pendidikan diartikan sebagai proses timbal balik dari tiap pribadi manusia dalam penyesuaian dirinya dengan lingkungan, teman, dan alam semesta. Dengan demikian pendidikan adalah proses dimana potensi-potensi (kemampuan, kapasitas) yang dimiliki manusia supaya disempurnakan oleh kebiasaan-kebiasaan yang baik, oleh alat (media) yang disusun sedemikian rupa dan dikelola oleh manusia untuk menolong orang lain atau dirinya sendiri untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
b.   Menurut Mono Disipliner
      Pandangan Sosiologis merumuskan bahwa pendidikan hendaknya dilihat sebagai aspek sosial. Dengan demikian pendidikan adalah sebagai usaha (proses) pewarisan sosial dari generasi ke generasi. Pandangan Antropologis (budaya) melihat pendidikan dari segi budaya. Oleh karena itu pendidikan dirumuskan sebagai usaha pemindahan nilai-nilai budaya kepada generasi berikutnya.
      Pandangan Psikologis mengatakan bahwa pada prinsipnya pendidikan diartikan sebagai perkembangan (pertumbuhan) kapasitas individu secara optimal. Jika orientasinya kepada behaviorisme, maka aspek tingkah laku (behavior) yang dipentingkan, dan jika kepada ilmu jiwa individual, maka aspek individual yang diutamakan. Pandangan dari Sudut Ekonomi melihat pendidikan sebagai usaha penanaman modal insani (human investment) dan Sudut Politik pendidikan diartikan sebagai usaha pembinaan kader bangsa.
      Sementara, pandangan Filosofis (Antropologi Filsafat) mengatakan tentang hakikat manusia banyak sekali pandangan-pandangan, yang satu dengan lainnya berbeda. Diantaranya, manusia sebagai Homo Religious (makhluk beragama), maka hakikat pendidikan berarti mengembangkan kesadaran beragama melalui pendidikan agama.
            Bila dilihat dari perkembangan pendidikan di Indonesia sudah sejak lama tokoh-tokoh pendidikan  kita menentang sistem pendidikan penjajahan Belanda, Inggris, dan Jepang. Dengan konsepsi masing-masing sekaligus para tokoh pendidikan ini mulai memikirkan (merenungkan) dan merintis bagaimana konsep pendidikan nasional yang sebenarnya.
            K.H. Ahmad Dahlan seorang tokoh Muhammadiyah pada tahun 1912 menetapkan dasar pendidikannya pada “Agama Islam”. Perguruan Taman Siswa Ki Hajar Dewantara pada tahun 1922 memilih dasar kebudayaan (Nasional), dan Ruang Pendidikan Nasional  pada tahun 1926 dari Muh. Syafei menitikberatkan pendidikan pada pendidikan keterampilan, di samping pendidikan pengetahuan dan pendidikan moral (budi pekerti). Setelah bangsa Indonesia memasuki jaman kemerdekaan, pikiran-pikiran tersebut bersama bergandengan dengan pikiran-pikiran yang lain yang belum terungkap, perlu membuat satu rumusan sebagai wujud dari sistem pendidikan nasional yang resmi (baku) dan kemudian berlaku bagi seluruh bangsa Indonesia. Dari sinilah dapat dipahami bahwa pengertian pendidikan itu berkali-kali telah dirumuskan dan sekaligus disempurnakan menjadi yang terbaik dan aplikatif bagi bangsa Indonesia.
            Dengan demikian pendidikan merupakan suatu sistem terencana untuk menciptakan manusia seutuhnya (Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI, 2009). Sistem pendidikan memiliki garapan dasar yang dikembangkan, diantaranya terdiri dari bidang garapan: peserta didik, tenaga kependidikan, kurikulum, sarana dan prasarana, keuangan, kemitraan dengan masyarakat, dan bimbingan dan pelayanan khusus.

C. PENDIDIKAN SEBAGAI SUATU SISTEM
            Sistem adalah keseluruhan yang terdiri dari bagian-bagian atau suatu yang terorganisasi atau konstruksi bagian yang membentuk suatu keseluruhan yang komplek. Lebih luas lagi sistem diartikan sebagai serangkaian komponen/bagian yang saling berkaitan dan berfungsi kearah tercapainya tujuan yang telah ditetapkan lebih dahulu, misalnya lembaga.instansi sekolah, adalah suatu sistem.
Dengan demikian konsep sistem yang kesemuanya mempunyai ciri-ciri yaitu setiap sistem mempunyai tujuan, komponen, adanya interaksi, proses, penilaian atau monitoring, dan berdasarkan ciri-ciri tersebut kita dapat mengujinya apakah sesuatu itu merupakan sistem atau bukan. Oleh karena itu saat ini kita juga bisa bertanya apakah pendidikan itu merupakan suatu sistem?
1.      Tujuan. Tujuan pendidikan merupakan komponen yang berfungsi sebagai pedoman atau tolak ukur bagi seluruh perencanaan dan kegiatan pendidikan.
2.      Komponen-komponen. Pendidikan diperlukan adanya komponen yang diharapkan bisa melaksanakan fungsinya sebaik mungkin sehingga terjadi proses kegiatan pendidikan. Komponen diantaranya adalah tujuan, anak didik, pendidik, materi, metode, media, dan lingkungan (keadaan rumah tangga, sosial, ekonomi, dan budaya lingkungan).
3.      Interaksi Antara Komponen. Agar tujuan sistem dapat tercapai, maka setiap komponen dalam menjalankan fungsinya secara interaktif. Dalam pendidikan interaksi ini dibentuk dalam bentuk searah, dua arah atau multi arah yang semuuanya antara komponen satu dengan lainnya bisa sinergi/bekerjasama dengan baik.
4.      Transformasi/pengolahan. Transformasi dalam pendidikan berupa aktifitas atau berupa aplikasi fungsi dari setiap komponen dimana transformasi ini dapat berupa kegiatan belajar mengajar atau kegiatan pendidikan baik berlangsung secara individual, secara kelompok kecil atau kelompok besar.
5.      Monitoring dan Umpan Balik. Agar tujuan dapat tercapai secara maksimal maka fungsi dari setiap komponen harus terlaksana secara optimal. Bila tujuan tidak tercapai secara maksimal, tentu ada suatu komponen yang terganggu dalam melaksanakan fungsinya. Dalam suatu sistem, monitoring merupakan ciri sistem yang menjaga atau merupakan fungsi dari setiap sistem sesuai dengan planning sebelumnya. Monitoring dilaksanakan pada waktu proses pendidikan berlangsung (ongoing process). Disamping itu adanya pernyataan dari anak didik (umpan balik atau feedback) merupakan indikasi bahwa fungsi dari setiap komponen bisa bekerja secara optimal.

D. KOMPONEN-KOMPONEN DALAM SISTEM PENDIDIKAN
1.      Tujuan Pendidikan
Pendidikan adalah proses sadar tujuan dan tujuan menentukan kearah mana peserta didik akan dibawa. Komponen yang lain diarahkan untuk mencapai tujuan yang dirumuskan. Mengingat urgensi dari tujuan ini, para ahli merumuskan atau mengklasifikasikannya dalam beberapa tujuan yakni tujuan umum, tujuan khusus, tujuan tak lengkap, tujuan sementara, tujuan insidentil, dan tujuan intermediair (Tim MKDK IKIP Surabaya, 1994).
            Selain tujuan di atas, telah dirumuskan juga tujuan pendidikan nasional, adalah suatu tujuan pendidikan suatu bangsa. Pada saat ini tujuan pendidikan nasional kita tercantum pada Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 pasal 3 yang menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
            Sedangkan rumusan yang lain adalah mengenai tujuan institusional, adalah tujuan pendidikan dari suatu jenjang lembaga pendidikan tertentu seperti halnya pendidikan dasar dan menengah. Jenjang pendidikan dasar berbentuk SD/MI dan yang sederajat serta SMP/MTs dan yang sederajat mempunyai tujuan pendidikan tersendiri yang berbeda dengan tujuan pendidikan menengah yang berbentuk SMA/MA/SMK/MAK dan yang sederajat.
2.      Isi dan Bahan Pendidikan
Yang dimakud dengan isi pendidikan adalah bahan-bahan atau materi pendidikan yang diberikan kepada peserta didik. Isi pendidikan sangat erat kaitannya dengan tujuan pendidikan, malahan daapat dikatakan isi tujuan pendidikan merupakan materi pendidikan itu sndiri. Bila tujuan pendidikan akan meningkatkan ilmu pengetahuan maka materi pendidikan berupa ilmu pengetahuan. Jika tujuan pendidikan adalah pembentukan sikap dan pemilikan nilai-nilai tertentu maka isi pendidikannya berupa nilai-nilai, pandangan hidup, perraturan yang berlaku dalam masyarakat. Bila tujuan pendidikan adalah meningkatkan ketrampilan maka isi-isi pendidikan berupa ketrampilan tertentu.
Dalam lingkungan pendidikan sekolah isi pendidikan telah dibakukan dalam kurikulum. Isi kurikulum tergantung pada tingkatan pengembangan kurikulum di sekolah masing-masing. Karena menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) nomor 20 tahun 2003, disebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Yang dipakai saat ini adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
3.      Metode Pendidikan
Metode adalah cara yang berfungsi sebagai alat pendidikan untuk mencapai tujuan. Banyak metode yang dapat dipakai mendidik, dan setiap metode mempunyai karakteristik tersendiri, mempunyai kelebihan dan kelemahan tersendiri. Oleh karena itu setiap pendidik harus dpat memahami karakteristik ini, agar ia dapat memilih dan menggunakan metode tersebut sehingga proses mendidik efektif dan efisien.
Berdasarkan pola dan pendekatan yang ada dalam interaksi antar pendidik, telah dibedakan metode pendidikan (Tim MKDK IKIP Surabaya, 1994):
a.       Metode Diktatorial, adalah suatu metode dimana interaksi antar peserta didik dan pendidik banyak didominasi oleh pendidik, dan pola interaksi yang terjadi bersifat searah yaitu dari pihak pendidik. Metode ini tepat digunakan bila peserta didik masih banyak memerlukan bimbingan dan bantuan, tetapi bila peserta didik sudah mulai dapat mandiri maka sikap diktatorr atau otoriter harus berangsur-angsur dikurangi.
b.      Metode Liberal, metode ini lebih banyak memberi kebebasan kepada peserta didik, sehingga kadar kegiatan lebih banyak pada peserta didik. Metode ini sangat tepat dipakai bila peserta didik telah mempunyai sikap mandiri dan rasa tanggung jawab sehingga kebebasan yang diberikan kepadanya menjadi kondisi berkembangnya kreatifitas peserta didik.
c.       Metode Demokratis, dalam metode ini hubungan antara peserta didik dan pendidik bersifat interaktif (dua arah), dan memungkinkan adanya kerja sama antara keduanya. Dalam metode ini peserta didik tidak hanya dipandang sebagai obyek didik. Realisasi metode ini kadang tampak dalam sikap dari pendidik dalam melaksanakan interaksi dengan peserta didik.
4.      Alat/media Pendidikan
Alat pendidikan diartikan sebagai berbagai situasi dan kondisi, tindakan, segala perlakuan atau sesuatu yang diadakan dengan sengaja dan terencana yang secara langsung atau tidak langsung dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Alat  pendidikan dibedakan menjadi dua golongan:
a.       Alat pendidikan yang bersifat rohaniah (normatif), adalah alat pendidikan yang berkenaan dengan tindakan, ucapan atau reaksi, yang berfungsi preventif (dapat berupa keteladanan, anjuran, suruhan, pengarahan, dan pembiasaan [positif], serta peraturan yang memberi larangan [negatif]), dan juga represif pencegahan dan reaksi terhadap perbuatan tertentu (dapat berupa isyarat tanda setuju, memberi dukungan, kata puas dan hadiah [positif], serta isyarat tanda tidak setuju, kata-kata tidak setuju, teguran, kecaman, ancaman dan hukuman [negatif]).
b.      Alat pendidikan yang bersifat kebendaan, alat ini dapat berupa alat pelajaran atau sarana pengajaran yang dapat digolongkan atas (1) alat pendidikan individual (seperti buku dan alat tulis menulis), dan alat yang bersifat klasikal (seperti papan tulis, peta, dan sebagainya), (2) alat pendidikan yang memberi pengalaman langsung (seperti benda langsung, keadaan/kejadian nyata), dan alat pengajaran yang memberi pengalaman tidak langsung (seperti gambar, model), dan (3) alat pelajaran yang berupa bahan cetak (seperti buku pelajaran, brosur), dan alat pengajaran yang bersifat elektronik (seperti TV, kaset, film, LCD, laptop, dan sebagainya)
Demikian juga ditegaskan dalam UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 pasal 45, bahwa setiap satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik.
5.      Pendidik
Pendidik pada hakikatnya merupakan komponen instrumental yang bertanggungjawab penuh dalam proses pendidikan yang mengarah kepada pencapaian tujuan yang diharapkan. Proses pendidikan dapat terjadi dalam lingkungan keluarga, masyarakat, dan sekolah. Oleh karena itu pendidik dapat digolongkan atas, pendidik dalam lingkungan keluarga yang diperankan oleh orang tua atau keluarga dekat, pendidik dalam lingkungan masyarakat yang dipikul oleh tokoh masyarakat, dan pendidik dalam lingkungan sekolah yang dibebankan pada guru (pendidik) atas dasar jabatan.
Dengan demikian pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Mengingat beban tugasnya yang amat berat maka sebagai pendidik di lingkungan formal dituntut memiliki persyaratan dasar, ketrampilan tehnik yang didukung oleh sikap kepribadian yang mantap. Kempetensi yang harus dimiliki seorang guru seperti yang jelaskan oleh Tim MKDK IKIP Surabaya (1994) adalah:
a.       Kompetensi profesional, artinya memiliki pengetahuan yang luas dalam bidangnya, menguasai berbagai multi metode dan multi media (artinya memiliki konsep teoritik pengetahuan yang diperlukan dalam tugasnya dan mampu mengetrapkannya sesuai dengan kebutuhan sehingga terjadi proses belajar mengajar yang efektif dan efisien).
b.      Kompetensi personal, artinya memilki sikap kepribadian yang mantap (berakhlak mulia), sehingga mampu menjadi sumber inspirasi dan identifikasi bagi subyek didik.
c.       Kompetensi sosial, artinya mampu berkomunikasi sosial baik dengan siswa maupun dengan sesama guru, dengan orang tua siswa, dan dengan masayarakat luas.
d.      Kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya, berarti mengutamakan nilai kemanusaiaan dari pada nilai benda materiil.
6.      Peserta Didik
Secara umum dapat dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan peserta didik ialah individu yang dijadikan sasaran kegiatan pendidikan agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan. UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 telah mendifinisikan bahwa peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Tentang hak peserta didik di Indonesia telah dijelaskan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak:
a.       Mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama.
b.      Mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.
c.       Mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang orang tuanya tidak mampu  membiayai pendidikannya.
d.      Mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya.
e.       Pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara.
f.       Menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan   batas waktu yang ditetapkan.
Sedangkan mengenai kewajiban, setiap peserta didik berkewajiban:
a.       Menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan.
b.      Ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c.       Warga negara asing dapat menjadi peserta didik pada satuan pendidikan yang diselenggarakan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berkaitan dengan manusia sebagai subjek pendidikan, pada dasarnya hakikat peserta didik adalah sebagai berikut:
a.       Peserta didik adalah pribadi yang sedang berkembang.
b.      Peserta didik bertanggungjawab atas pendidikannya sendiri sesuai dengan wawasan pendidikan seumur hidup.
c.       Peserta didik adalah pribadi yang memiliki potensi baik fisik maupun psikologi yang berbeda-beda sehingga masing-masing merupakan insan yang unik.
d.      Peserta didik memerlukan pembinaan individual dan perlakuan yang manusiawi.
e.       Peserta didik pada dasarnya merupakan insan yang aktif menghadapi lingkungannya.
7.      Lingkungan Pendidikan
            Manusia adalah makhluk hidup yang tidak lepas dari pengaruh lingkungan. Sejak lahir manusia selalu berinteraksi dengan lingkungan. Interaksi ini berlangsung secara timbal balik dalam arti manusia dipengaruhi oleh lingkungan dan lingkungan dipengaruhi oleh manusia.
            Terbentuknya kepribadian seseorang merupakan hasil intensi antara dirinya, proses pendidikan dan lingkungannya. Hal ini disebabkan karena kegiatan pendidikan selalu berlangsung dalam lingkungan tertentu dan selalu dipengaruhi oleh kondisi dimana pendidikan berlangsung atau kondisi lingkungan darimana peserta didik berasal.
            Yang dimaksud dengan lingkungan pendidikan adalah suatu upaya yang diciptakan untuk membantu kepribadian individu tumbuh dan berkembang serta bermanfaat bagi kehidupan (Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI, 2009). Lingkungan pendidikan dapat berupa lingkungan fisik, lingkungan sosial, atau dapat berupa hal-hal yang abstrak yang ada di sekitar kita misalnya situasi ekonomi, politik, agama dan adat istiadat dan kebudayaan. Dilihat dari tempat berlangsungnya pendidikan dikenal tiga macam lingkungan pendidikan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, dan lingkungan sekolah.
            Kondisi lingkungan keluarga seperti kondisi ekonomi, hubungan antar anggota keluarga, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, jumlah keluarga, agama keluarga, sangat berpengaruh terhadap proses pendidikan anak dari keluarga tersebut.
            Keadaan lingkungan yang lebih luas seperti rendahnya pendidikan masyarakat, kuatnya suatu nilai yang dipegang oleh masyarakat tertentu, kondisi alamiah dari lingkungan seperti lingkungan pantai, lingkungan petani, lingkungan nelayan, lingkungan perusahaan, lingkungan desa, lingkungan kota dan lain-lain akan mempengaruhi pelaksanaan pendidikan di masyarakat.
            Demikian juga lingkungan di sekolah yang kondisinya berbeda-beda yang tergantung dari lingkungan masyarakatnya seperti lingkungan yang indah, lingkungan kumuh, lingkungan pegunungan, lingkungan pantai dan juga kondisi peserta didik, kondisi pendidik, kondisi orang tua siswa akan sangat berpengaruh terhadap proses pembelajaran yang ada di sekolah.

E. TEORI KLASIK DALAM PENDIDIKAN
            Usaha pendidikan dilakukan manusia berdasarkan keyakinan tertentu. Keyakinan ini didasarkan atas suatu pandangan, baik filosofis (berdasarkan penalaran) maupun teoritis (berdasarkan penelitian ilmiah). Pandangan ini merupakan titik tolak yang wajar. Artinya bahwa setiap orang akan melakukan suatu pekerjaan kalau tujuan dan hasil pekerjaan itu mereka yakini dapat dicapai. Demikian pula usaha pendidikan yang dilakukan secara melembaga.
            Keyakinan tersebut disebut para ahli sebagai hukum-hukum dasar atau teori-teori pendidikan, dapat juga dikatakan sebagai teori klasik dalam pendidikan (Tim Dosen FIP IKIP Malang, 1980). Teori ini dipandang sebagai ide-ide dalam filsafat pendidikan yang meliputi:
1.      Teori (hukum) Empirisme
Ajaran filsafat Empirisme yang dipelopori oleh John Locke (1632-1704) mengajarkan bahwa perkembangan pribadi ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan, terutama pendidikan. John Locke berkesimpulan bahwa tiap individu lahir sebagai kertas putih, dan lingkungan itulah yang “menulisi” kertas putih itu. Teori ini terkenal sebagai teori Tabularasa/teori Empirisme. Menurut teori ini faktor pengalaman yang berasal dari lingkungan sangat menentukan pribadi seseorang. Dengan demikian karena lingkungan relatif dapat diatur dan dikuasai manusia, maka teori ini bersifat optimis dengan tiap-tiap perkembangan pribadi.
2.      Teori (hukum) Nativisme
Ajaran filsafat Nativisme yang tokohnya adalah Arthur Schopenhauer (1788-1860) menganggap faktor pembawaan yang bersifat kodrati dari kelahiran, yang tidak dapat diubah oleh pengaruh alam sekitar atau pendidikan, itulah kepribadian manusia. Potensi-potensi itulah pribadi seseorang, bukan hasil pendidikan. Tanpa potensi hereditas yang baik, seseorang tidak mungkin mencapai taraf yang dikehendaki, meskipun dididik secara maksimal. Seorang peserta didik yang potensi hereditasnya rendah, akan tetap rendah meskipun ia sudah dewasa dan sudah dididik. Pendidikan tidak bisa merubah manusia karena potensi itu bersifat kodrati. Ajaran filsafat ini berkesimpulan bahwa perkembangan pribadi hanya ditentukan oleh faktor hereditas, faktor dalam yang berarti kodrati. Ajaran Nativisme ini dapat dianggap sebagai aliran yang pesimistis karena menerima kepribadian apa adanya, tanpa kepercayaan adanya nilai (pendidikan untuk merubah kepribadian).
3.      Teori (hukum) Konvergensi
Bagaimanapun kuatnya alasan kedua pandangan aliran di atas, namun keduanya kurang realistis. Fakta menunjukkan, bahwa potensi hereditas yang baik saja, tanpa pengaruh lingkungan (pendidikan) yang positif tidak akan membina kepribadian yang ideal. Sebaliknya, meskipun lingkungan (pendidikan) yang positif dan maksimal tidak akan menghasilkan kepribadian yang ideal tanpa potensi hereditas yang baik. Oleh karena itu teori Konvergensi yang dikemukakan oleh William Stern (1871-1938) mengatakan bahwa perkembangan pribadi sesungguhnya adalah hasil proses kerjasama kedua faktor, baik internal (potensi-hereditas) maupun faktor eksternal (lingkungan-pendidikan). Tiap pribadi adalah hasil konvergensi faktor internal dan eksternal.
            Ketiga teori dasar di atas dikenal sebagai asas-asas filsafat pendidikan, yaitu aliran Empirisme, aliran Ideologis, dan aliran Realisme. Konsekwensi pandangan Nativisme (aliran Ideologis) sepintas lalu mengabaikan peranan pendidikan. Tetapi sebenarnya, sebagai aliran yang mendasarkan perkembangan pribadi atas potensi-potensi heriditas, maka pendidikan dipusatkan pada usaha merealisasi potensi itu. Aliran yang secara nyata mengutamakan peranan vital pendidikan adalah Empirisme. Hanya pendidikan khususnya, dan lingkungan yang baik yang mampu membina pribadi ideal. Demikian pula pandangan teori Konvergensi (aliran Realisme) berpendirian bahwa bagaimanapun baiknya potensi-heriditas, masih harus dilengkapi dengan lingkungan dan pendidikan yang baik untuk membina pribadi ideal.           

F. RELEVANSI PENDIDIKAN DAN ILMU PENDIDIKAN
            Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa pendidikan merupakan usaha yang diciptakan lingkungan secara sengaja dan bertujuan untuk mendidik, melatih dan membimbing seseorang agar dapat mengembangkan kemampuan individu dan sosial. Pendidikan adalah segala situasi dalam hidup yang mempengaruhi pertumbuhan seseorang (Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI, 2009). Sedangkan ilmu pendidikan merupakan sebuah sistem pengetahuan tentang pendidikan yang diperoleh dari penelitian atau riset. Oleh karena pengetahuan yang dihasilkan riset tersebut disajikan dalam bentuk konsep-konsep pendidikan, maka ilmu pendidikan dapat pula dibatasi sebagai sebuah sistem konsep pendidikan yang dihasilkan melalui riset.
Disamping mempunyai sosok dalam bentuk, ilmu pendidikan mempunyai obyek yang menjadi ruang lingkup dan hal-hal yang diteliti. Oleh karena itu, hubungan pendidikan dan ilmu pendidikan sangatlah erat. Hubungan antara keduanya adalah bahwa pendidikan merupakan obyek formal ilmu pendidikan (Mudyahardjo, 2008). Artinya dalam melakukan riset, para ahli di bidang pendidikan mempunyai bidang garapan yang jelas sebagai obyek yang menjadi fokus penelitian, yaitu pendidikan. Dengan demikian pendidikan menjadi obyek formal atau bidang yang menjadi keseluruhan ruang lingkup garapan riset pendidikan.
Selain menjadi obyek formal ilmu pendidikan, pendidikan juga menjadi obyek material ilmu pendidikan (Mudyahardjo, 2008). Di sinilah relevansi keduanya dimana pendidikan adalah sebagai sebuah sistem. Pendidikan tetap merupakan salah satu bentuk kegiatan dalam kehidupan manusia, yang berawal dari hal-hal yang bersifat aktual menuju pada hal-hal yang ideal. Hal-hal yang bersifat aktual berkenaan dengan kondisi-kondisi yang telah ada pada peserta didik dan lingkungan tempat berlangsungnya kegiatan belajar. Sementara hal-hal yang ideal berhubungan dengan cita-cita yang secara langsung atau tidak langsung tertuju pada sosok manusia idaman. Dengan demikian hal ini semua berhubungan dengan tujuan pendidikan dan tujuan hidup.

G. SIMPULAN
            Hakikat pendidikan dalam kehidupan manusia merupakan suatu bentuk kegiatan yang aktual dan ideal. Hal ini didasarkan pada suatu fakta bahwa pendidikan merupakan ranah penting yang di dalamnya terdapat aktifitas dari usaha manusia dalam rangka meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina serta mengembangkan potensi-potensi diri yaitu potensi rohani (pikir, karsa, rasa, cipta, budinurani) dan potensi jasmani (pancaindera, skill). Dari usaha sadar dan terencana itulah diharapkan segera terwujud apa yang terkandung di dalam tujuan pendidikan dan tujuan hidup dengan mengembangkan potensi diri untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
            Satu hal yang perlu dicatat bahwa di dalam melaksanakan kegiatan pendidikan, kita sebagai pendidik/calon pendidik maupun sebagai akademisi yang berperan sebagai subyek dan obyek pendidikan harus mempunyai perasaan yang penuh terhadap pendidikan (sense of educating). Artinya ketika kita sudah telanjang bulat terjun di medan pendidikan seyogyanya kita masuk secara maksimal dalam proses pendidikan itu. Dengan optimalnya keterlibatan kita maka niat yang ada di dalam hati nurani kita masing-masing bisa menjadi inspirator ke depan. Oleh karena itu diantara hal yang harus dikerjakan sebagai langkah awal adalah berusaha memahami pendidikan dimana sebagai obyek formal dan obyek material ilmu pendidikan. Dengan pemahaman yang komprehensif sejak dini, kelak kita akan bisa memanfaatkan apa yang sudah tertanam dalam diri dan jiwa ini dalam suatu medan pendidikan yang real.

DAFTAR PUSTAKA
Mudyahardjo, Redja. (2008). Filsafat Ilmu Pendidikan: Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI. (2009). Manajemen Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Tim Dosen FIP-IKIP Malang. (1980). Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan. Surabaya: Usaha Nasional.

Tim MKDK IKIP Surabaya. (1994). Pengantar Pendidikan. Surabaya: University Press IKIP Surabaya.

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (online). URL: http://www.dikti.org/UUno20th2003.Sisdiknas.htm. (Diakses pada tanggal 1 April 2010).









1 Penulis adalah dosen Jurusan Tarbiyah STAIN Palangka Raya. Alamat: Jl. G. Obos V Gang Sejahtera Palangka Raya. Email: miftahmzaini@gmail.com.

0 comments:

Post a Comment